4 Buku Bahasa Inggris Terbaik untuk Pemula: Tingkatkan Pemahaman Bahasa Anda!
Membaca buku berbahasa Inggris adalah cara yang efektif untuk meningkatkan pemahaman bahasa, memperkaya kosa kata, dan memperbaiki tata bahasa. Bagi pemula, memilih buku yang tepat sangat penting agar pengalaman membaca tidak terasa terlalu sulit, tetapi tetap menyenangkan dan menantang. Buku yang direkomendasikan biasanya menggunakan bahasa yang sederhana, kalimat yang mudah dipahami, dan sering kali disertai cerita yang menarik untuk menjaga minat pembaca. Pendahuluan ini akan memperkenalkan beberapa buku berbahasa Inggris yang cocok bagi pemula, dari fiksi klasik sederhana hingga buku-buku modern dengan cerita yang seru dan mudah diikuti. Memulai perjalanan membaca dengan buku yang tepat dapat membantu pembaca pemula mendapatkan kepercayaan diri dalam kemampuan bahasa mereka dan secara bertahap beralih ke bacaan yang lebih kompleks.
1. The Boy in the Striped Pajamas (by John Boyne)
Buku ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki bernama Bruno yang hidup pada masa Holocaust, masa saat perang dunia 2 di mana Nazi yang dipimpin Adolf Hitler melakukan pembunuhan sistematis di negara yang dikuasai olehnya.
Ini adalah kisah tentang sebuah peristiwa yang membelah struktur sejarah. Tentang 2 orang anak laki-laki yang ditakdirkan berada di pihak perang yang berbeda. Ini adalah dongeng yang diceritakan melalui suara seorang anak kecil, tetapi ini bukan untuk anak-anak, dan ini bukan sembarang anak. Meskipun memiliki setting yang berhubungan dengan sejarah, buku ini masih bisa dipahami bagi pemula yang ingin belajar bahasa Inggris. Bahasa yang digunakan bukan bahasa novel yang sulit dimengerti, melainkan seperti percakapan sehari-hari, seperti halnya mendengar cerita dari seorang anak kecil. Buku ini memiliki beberapa versi. Yang ada di cover pertama, itu disertai dengan ilustrasi cantik dan dengan harga yang lebih mahal tentunya. Sedangkan yang di cover kedua, setahu saya tidak ada ilustrasinya. Buku ini juga sudah diangkat ke layar lebar.
2.The Book of Forbidden Feelings (by Lala Bohang)
"The Book of Imaginary Beliefs" adalah karya ketiga dari Lala Bohang, seorang penulis, seniman, dan ilustrator asal Indonesia. Buku ini merupakan kelanjutan dari dua karya sebelumnya, "The Book of Forbidden Feelings" dan "The Book of Invisible Questions", yang semuanya mengeksplorasi tema-tema emosional, introspektif, dan reflektif yang dihadirkan dalam format buku ilustrasi.
Buku ini menggali keyakinan-keyakinan imajiner yang diciptakan oleh manusia untuk menghadapi kehidupan, pergulatan batin, serta tantangan emosional dan sosial. Setiap keyakinan yang ditampilkan di buku ini bukanlah agama atau kepercayaan formal, melainkan kumpulan pemikiran abstrak yang digambarkan melalui ilustrasi dan prosa yang mendalam. Lala Bohang mengajak pembacanya untuk merenungkan aspek-aspek keyakinan yang sering tidak disadari, baik itu keyakinan tentang diri sendiri, kehidupan, cinta, atau rasa takut.
Ciri khas dari buku ini adalah perpaduan antara seni visual dan narasi puitis yang sangat personal. Seperti buku-buku sebelumnya, Lala Bohang menggunakan ilustrasi hitam-putih yang sederhana namun penuh makna untuk memperkuat perasaan dan pemikiran yang ingin disampaikan.
Secara keseluruhan, "The Book of Imaginary Beliefs" adalah karya reflektif yang mengajak pembacanya untuk berpikir lebih dalam tentang apa yang mereka yakini, baik secara sadar maupun tidak, dan bagaimana keyakinan-keyakinan tersebut membentuk cara pandang mereka terhadap dunia.
Bisa dibilang, buku ini semacam prosa dengan ilustrasi cantik dan unik di dalamnya. Entah mengapa saat saya membaca ini, rasanya antara seperti tengah mendengarkan orang bercerita, membaca buku diari milik teman, ataupun membaca lirik lagu yang panjang. Walaupun kalimatnya indah seperti puisi, buku ini secara keseluruhan tetap mudah dimengerti dibandingkan dengan buku-buku puisi lainnya.
3. The Book of Invisible Question (by Lala Bohang)
"The Book of Invisible Questions" karya Lala Bohang adalah buku kedua dalam trilogi yang mengeksplorasi emosi manusia dan perenungan batin melalui pertanyaan-pertanyaan yang tidak terlihat, tetapi sering dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini melanjutkan gaya khas Lala yang menggabungkan narasi puitis dan ilustrasi hitam-putih yang intim dan reflektif. Dalam "The Book of Invisible Questions", Lala Bohang menghadirkan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali tidak diucapkan, tetapi diam-diam ada di dalam pikiran kita—pertanyaan tentang diri sendiri, identitas, cinta, kesepian, ketakutan, dan eksistensi. Setiap halaman memunculkan pertanyaan yang seolah mengundang pembacanya untuk merenung lebih dalam tentang hidup, pengalaman pribadi, dan emosi yang mungkin sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Isi buku ini tidak berisi jawaban yang jelas atau pasti untuk setiap pertanyaan, melainkan membiarkan pembaca menemukan interpretasinya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sering kali bersifat abstrak dan mengarah pada perenungan, misalnya mengenai bagaimana manusia mendefinisikan kebahagiaan, arti dari kehilangan, atau tentang hubungan kita dengan orang lain. Buku ini tidak hanya mengajak pembaca untuk memikirkan pertanyaan yang tak terucapkan dalam hidup mereka, tetapi juga bagaimana mereka menavigasi perasaan dan pengalaman yang tidak selalu mudah diungkapkan. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, serta ilustrasi yang mendukung nuansa emosional dari setiap pertanyaan, "The Book of Invisible Questions" menjadi pengalaman membaca yang kontemplatif dan introspektif, cocok bagi mereka yang menyukai eksplorasi emosional dan refleksi pribadi.
Secara konsep, buku ini tidak jauh berbeda dengan buku di list sebelumnya. Hanya berbeda topik saja.
4. The Little Prince (by Antoine de Saint-Exupery)
"The Little Prince" (Le Petit Prince) karya Antoine de Saint-Exupéry adalah sebuah novel fabel filosofis yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1943. Buku ini bercerita tentang seorang pangeran kecil yang melakukan perjalanan antarplanet dan bertemu dengan berbagai karakter, masing-masing melambangkan berbagai aspek kehidupan manusia. Meskipun sering dianggap sebagai buku anak-anak, The Little Prince juga mengandung tema-tema yang mendalam tentang cinta, kehilangan, persahabatan, dan makna hidup, membuatnya menarik bagi pembaca dari segala usia.
Ringkasan Isi Buku
Ceritanya dimulai dengan narasi dari seorang pilot yang terdampar di gurun Sahara setelah pesawatnya mengalami kerusakan. Di sana, ia bertemu dengan seorang anak kecil, The Little Prince, yang memintanya untuk menggambar seekor domba. Dari percakapan tersebut, terungkap bahwa sang pangeran berasal dari sebuah planet kecil bernama Asteroid B-612.
Di planet kecilnya, sang pangeran merawat sebuah bunga mawar yang ia cintai, meskipun bunga itu sangat sombong dan sulit. Karena merasa bingung dan sedih dengan sikap bunga tersebut, pangeran memutuskan untuk meninggalkan planetnya dan melakukan perjalanan ke planet-planet lain untuk memahami lebih banyak tentang kehidupan.
Planet-Planet yang Dikunjungi
Dalam perjalanannya, The Little Prince mengunjungi beberapa planet dan bertemu dengan berbagai karakter simbolis yang mencerminkan sifat-sifat manusia:
- Raja yang percaya bahwa ia menguasai seluruh alam semesta, meskipun tidak ada yang tinggal di planetnya.
- Si Pemikir Angkuh yang hanya peduli dengan pujian dan ingin dikagumi oleh orang lain.
- Si Pemabuk yang minum untuk melupakan rasa malu karena dia seorang pemabuk.
- Pengusaha yang sibuk menghitung bintang-bintang dan mengklaim kepemilikan atasnya.
- Penjaga Lampu yang secara terus-menerus menyalakan dan mematikan lampu tanpa memahami tujuan pekerjaannya.
- Ahli Geografi yang mencatat segala sesuatu tentang planet-planet, tetapi tidak pernah menjelajahinya.
Setiap karakter yang ditemui oleh sang pangeran kecil mencerminkan kegagalan manusia dalam memahami kehidupan, yang dipenuhi dengan kesibukan yang tidak penting dan kehilangan makna mendasar.
Di Bumi dan Pertemuan dengan Rubah
Akhirnya, sang pangeran tiba di Bumi, di mana ia bertemu dengan seekor rubah. Rubah ini mengajarkan pelajaran penting tentang cinta dan hubungan, terutama mengenai konsep bahwa hal yang paling penting dalam hidup tidak terlihat dengan mata, tetapi hanya bisa dirasakan dengan hati. Dari rubah, sang pangeran memahami bahwa meskipun bunga mawarnya tampaknya hanya bunga biasa, ia menjadi spesial karena waktu dan perasaan yang telah ia investasikan ke dalam hubungan mereka.
Rubah berkata, "One sees clearly only with the heart. What is essential is invisible to the eye." Ini adalah salah satu pesan paling terkenal dan bermakna dari buku ini.
Akhir Cerita
Pada akhirnya, sang pangeran menyadari bahwa ia harus kembali ke planetnya dan merawat bunga mawarnya, karena cinta sejatinya terletak di sana. Ia memilih untuk mengakhiri perjalanannya di Bumi dengan cara misterius—memungkinkan ular berbisa menggigitnya, yang diyakini akan membawanya kembali ke planet asalnya. Sang pilot, yang kini telah menyelesaikan perbaikan pesawatnya, kembali ke dunia nyata, tetapi selamanya terpengaruh oleh pertemuannya dengan sang pangeran kecil.
"The Little Prince" adalah kisah tentang kehidupan, cinta, persahabatan, dan kehilangan, dengan pesan yang mendalam tentang pentingnya melihat dunia dengan hati yang terbuka dan tulus. Buku ini mengajarkan kepada pembaca, baik anak-anak maupun orang dewasa, untuk tidak melupakan hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup, yang sering kali tersembunyi di balik kesibukan dan rutinitas sehari-hari.